Akhir-akhir
ini cukup heboh dengan berita perseteruan antara sang pengacara dengan 2 anak
seorang musisi terkenal. kebetulan aku yang juga menonton acara hitam putih
saat 2 anak ABG ini menantang tinju sang
pengacara. Aku cukup kaget dengar tantangan ini. Pasti ini akan heboh. Dan
benar saja keesokkan harinya sang pengacara sudah mengomentari tentang
tantangan anak remaja ini.
Ya..
benar apa kata sang ABG ini, tak ada akibat jika tak ada sebabnya. Kedua anak
ABG ini mungkin tak akan menantang si pengacara jika si pengacara ini tidak
berkomentar pedas ke ayahnya. Ya.. setiap orang pasti tahu sang pengacara ini.
Suami penyanyi era 80an ini memang senang berkicau pedas di twitter.
Orang-orang ternama yang tidak sesuai dengan hatinya pasti akan dia komentari.
Sebut saja pak Ahok (wagub Jakarta), Deddy Corbuzier, Rhoma Irama bahkan
penyanyi senior Iwan Fals pernah dikomentarinya.
Seperti
kata pepatah mulutmu, harimaumu. Itu mungkin yang tepat untuk sang pengacara
ini. Dengan kicauannya di twitter masyarakat akan tahu siapa dia sesungguhnya.
Menurutku dia orang yang senang kritik orang lain tapi tak senang jika dirinya
dikritik. Kata Coboy Junior, ngaca dulu dong !! Terus terang aku cukup gerah
dengan dengan sikap-sikap sang pengacara ini, dia mencerminkan orang yang
otoriter. Pendidikannya yang tinggi tak membawa perkataan seorang kaum
terpelajar. Jika dia tak suka dengan sikap/perilaku orang lebih baik diutarakan
dengan bahasa yang sopan, tidak menjelek-jelekkan orang itu. Atau dia bisa
membuat sebuah kritikan lewat opini atau artikel di koran nasional. Lebih
elegan kan.
Dalam
kasus sang pengacara vs 2 anak ABG. Bukannya membela si anak ABG ini. Anak ini
juga masih perlu dibimbing jika menantang orang tua juga tindakan yang kurang
terpuji. Namun jika dilihat dari umur, pengalaman dan pendidikannya seharusnya
sang pengacara lah yang perlu mengalah. Mungkin dapat dimaklumi jika anak ABG
ini marah jika ayahnya terus diolok-olok. Karena mereka ingin membela harga
diri keluarganya. Mereka juga masih remaja, fisik masih kuat dan emosinya juga
belum stabil. Namun jika sang pengacara ini juga cukup marah dengan tindakan
anak ABG ini. Siapa yang pantas disebut childish,
sang pangacara kah atau anak ABG ini ???
Setiap kejadian
pasti ada hikmahnya. Dalam kejadian ini dapat diambil pelajaran bahwa setiap manusia
perlu menjaga lesannya. Lisan (lidah) memang tak bertulang, sekali kita
gerakkan sulit untuk kembali pada posisi semula. Demikian berbahayanya lisan,
hingga Allah dan Rasul-Nya mengingatkan kita agar berhati-hati dalam
menggunakannya. Allah Swt telah memerintahkan kita semua untuk berkata yang
benar, seperti tertulis dalam firmanNya, “Wahai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (QS.
Al-Ahzab: 70). Rasulullah bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari
akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari).
Selain itu, kita juga perlu tahu
tentang etika berkomentar di media sosial. Cobalah lihat sesekali
komentar-komentar yang ada di hampir setiap berita yang ‘panas’, pasti banyak
sekali komentar-komentar pedas yang tidak hanya mengiris telinga, namun juga
mengusik hati nurani. Keadaban di negara ini mungkin sedang terancam bahaya
—kita masih berharap aku terlalu berlebihan memilih kata-kata ini. Meski kita sangat
yakin masih banyak orang-orang di negara ini yang memiliki nilai-nilai luhur
yang diajarkan di setiap agama yang dianutnya.
Kita masih berharap orang-orang yang lupa etiket
itu hanya sebagian kecil saja dari 240 juta jiwa di Indonesia. Karena sebagai
warga Indonesia, tentu saja kita mempunyai impian besar dan cita-cita tinggi
bahwa negara Indonesia akan menjadi negara yang adil-makmur dalam beberapa
tahun mendatang. Bahwa bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang beradab.
Karena kita mesti percaya, bangsa yang
besar adalah bangsa yang beradab.