Tampilkan postingan dengan label selingan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label selingan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 30 Desember 2014

Warna-warni BPJS



 

BPJS.. BPJS.. Mengapa dirimu membuatku pusing. Ini adalah sebuah cerita tentang pengalaman saat mengurus kartu BPJS. Ya.. sudah hampir setahun pemerintah mengatur kartu BPJS tepatnya mulai BPJS ini berlaku Januari 2014. Sebenarnya aku sudah tahu apa itu BPJS tapi entahlah aku males ngurusnya. Aku sangat kurang suka birokrasi yang berbelit-belit. Selain itu setiap lewat kantor BPJS pasti parkiran motor banyak banget. Ini berarti yang ngurus BPJS pasti antri. Dan di saat ada rumor akan ada penghapusan kartu BPJS besok tahun 2015. Aku mulai panik. Dan tidak hanya aku tapi juga seluruh masyarakat Indonesia.
Dan saat 10 hari sebelum tahun baru 2015, akhirnya aku tersadar juga. Sepertinya aku perlu ngurus BPJS. Selain saat itu lagi libur tidak kerja juga rata-rata tetangga sudah ngurus BPJS. Aku tak anti dengan BPJS ato asuransi kesehatan. Aku tahu manfaat dari BPJS itu. Aku tak akan tahu kapan aku sakit. Pasti semua orang tak ingin sakit ataupun dirawat di rumah sakit. Tapi kita tak tahu yang akan terjadi dengan kesehatan kita. Ya.. kartu BPJS ini hanya sebagai kartu jaga-jaga jika kita sakit atau opname di rumah sakit. Biaya rumah sakit sekarang mahal jika kita tak ikut suatu asuransi apsti akan memberatkan keuangan kita apalagi keuanganku yang tergolong pas-pasan.
Hari itu, hari Senin pagi-pagi sekitar jam 7.00 aku siap-siap akan ke kantor BPJS. Aku tak heran sampai di sana sudah banyak motor parkir. Di pos satpam, aku ambil nomor. Karena aku mau daftar anggota baru maka aku di beri antrian E-95. Aku diminta kumpul di gedung belakang karena nanti akan diberi pengarahan. Dan betul tepat pukul 08.00, kita diberi sedikit penyuluhan tentang apa itu BPJS mulai dari syarat-syaratnya, hak dan kwajiban peserta BPJS serta alur pengurusan BPJS jika kita harus rawat inap di rumah sakit. Setelah setengah jam diberi pengarahan kita mulai dipanggil satu-satu sesuai antrian. Tapi setelah aku tanya sana sini ternyata syaratku ada yang kurang. aku tak punya rekening di bank yang ditunjuk BPJS (bank BRI, BNI atau Mandiri). Tapi aku kan punya rekening bank BRI syariah. Pertama aku PD aja masak sih tidak bisa kan sama-sama masih BRI. Akhirnya aku tanya ke satpam ternyata yang dimaksud adalah BRI umum/konvensional bukan syariah. Aku diminta buka rekening salah satu dari 3 bank tersebut. Aku langsung lemes dan kecewa. Aku terus terang sudah punya 2 rekening bank masak sih aku harus buka rekening baru. Akhirnya dengan perasaan kecewa, aku pulang.
Sampai rumah, aku masih mikir-mikir. Ini BPJS masih aku urus atau sudah lah. Aku tak akan urus lagi. namun dengan banyak pertimbangan akhirnya keesokan harinya, aku buka juga rekening di bank BRI plus dapat bonus kalender J . Hari Rabu, aku berniat akan mengurus BPJS lagi. aku mulai datang ke kantor sekitar jam setengah 6 pagi, siapa tahu dapat nomor kecil. Sampai sana ternyata sudah banyak orang. Aku mulai mikir ni orang-orang pada mulai datang jam berapa ya.. namun sampai di depan kantor ternyata gerbang belum dibuka. Kantor masih tutup. Katanya kantor baru buka jam 07.00. Aku ogah banget nunggu cuma dapet antrian. Akhirnya kupulang dan balik lagi sekitar jam setengah 8. Ya.. seperti kemarin aku dapat antrian E-98. Karena aku pasti dipanggil agak siang aku pulang dulu. Aku baru datang lagi jam 9an. Saat itu sudahsampai panggilan E-30an. OK.. aku tunggu aja. setelah tunggu punya tunggu jam sudah menunjuk pukul 11.00. nomorku belum dipanggil-panggil juga.. arrghhh. Mau nunggu sampai kapan. Dan saat itu tiba-tiba datanglah seorang ibu muda kayaknya bukan orang Yogya. Dia juga ikut antri. Ibu itu mulai bingung kok ngurusnya lama banget. Padahal kalau daftar di bank kan cepet. Tinggal nunggu antrian ambil kartu. Maksudnya ?? ibu itu menjelaskan dia kurang suka ribet, dia pernah daftar di bank malah lebih cepat. Katanya kita datang aja ke bank bilang mau daftar BPJS, nanti kita akan diurus dan diminta langsung bayar di bank itu juga. Beres.. !! Kita hanya diminta datang ke kantor BPJS untuk datang ambil kartu. Karena data dari bank sudah terhubung dengan data di BPJS.. lemes sudah dengar pemjelasan ibu tadi. Kenapa aku ahrus susa-susah ikut antrian E.. padahal untuk mendapat mendapatkan kartu BPJS bila mengurus di kantor ada 3 tahap. Pertama antri di ruang edukasi dapat antrian E. Kemudian kita diminta antri lagi untuk entri data dengan antrian A. Setelah dari antrian A, kita bayar baru dapat antrian B untuk dapat kartu asli BPJS. Nah kalau kita daftar di bank kita sudah menghemat 2 antrian yaitu antrian E dan A. Jika sudah ngurus di bank kita langsung dapat antrian B.. Ya elahh.. kenapa sih tidak ada sosialisasi kalau bisa daftar di bank. Toh akhirmya sama aja. Kalau ada yang bisa cepet ngapain cari yang ribet. Capee deh.. J
Namun aku nikmati aja alur ini, dan sekitar jam setengah 3, urusanku hari itu terhenti. Sudah selesai ?? Belum, sodara-sodara !! Esok harinya aku harus datang lagi. Aku belum bayar iuran dan otomatis belum dapat kartu. Secara bank di kantor BJS sudah tutup jam 2 siang. Oh.. menunggu ternyata melelahkan.
Namun di saat menunggu antrian ini. Ada-ada saja cerita yang bikin senyum. Entah belum tahu cara ngisi formulirnya, entah yang sudah ambil nomor antrian kecil tapi harus antri lagi karena pas dipanggil antriannya dia belum datang. Dan masih banyak orang-orang yang belum lengkap syarat-syaratnya sehingga harus balek pulang lagi. Macem-macem lah.. inilah negriku. Negri yang sangat beragam. Negri yang masih ribet dengan urusan administrasi. But, Indonesia is my country. And I love it... (noer)

Jumat, 15 November 2013

Alhamdullillah, Cernakku (mungkin) Dimuat di Solopos Minggu


Minggu
Siang itu tanggal 31 Oktober 2013, ada sebuah kertas tergeletak manis di depan pintu masuk rumah. Aihh.. kertas apa gerangan itu? Kok kecil kayak kertas kuitansi. Aku baca dengan seksama. Ah.. sebuah wesel. Disitu tertulis juga namaku. Hore.. aku dapat wesel. Tapi siapa yang kirim wesel ya ??? Hari gini masih kirim wesel, transfer uang lewat bank kek. He.. he.. kubaca siapa pengirim wesel ini. Dan ternyata dari harian Solopos. Kuingat-ingat lagi.. ya.. sekitar bulan April lalu aku kirim cerita anak (cernak) ke Solopos. Berarti cernakku dimuat dong. Alhamdulllilah.... Ini adalah pertama kali tulisanku dimuat di media cetak. Setelah lama tidak kirim cerita. Terakhir kirim cerita di majalah Gadis pas waktu SMA.
Karena sudah mendapat honor, maka aku penasaran di koran Solopos tanggal berapa ya tulsanku dimuat. Kemudian aku hunting ke perpus kota cari-cari koran Solopos Minggu edisi lalu. Ya koran Solopos memang ada tapi tak menemukan cernakku. Kebetulan Solopos yang ada hanya edisi dalam satu minggu terakhir. Mungkin cernakku sudah lama dimuat jadi Solopos edisi lama yang di perpus mungkin sudah tersimpan di gudang. Aku tak nyerah, aku coba hunting lagi lewat internet, siapa tahu bisa baca e-paper Solopos yang edisi lampau tapi... ternyata sulit. Jika ingin baca e-paper harus langganan dulu. Hasilnya nihil. Ya sudah.. Dan sampai detik ini aku tak tahu edisi Solop0s tanggal berapa cernakku dimuat, yang penting aku yakin cernakku dimuat. Kan sudah dapat honor...
Ini adalah cernakku yang kukirim Ke Solopos Minggu

CITA-CITA LUNA
Oleh : N. Tri Lestari

            Sore itu, Luna masih terdiam di meja belajarnya. Luna mendapat tugas sekolah mengarang pendek dengan tema cita-cita. Namun Luna belum mengarang juga karena Luna belum tahu apa cita-citanya. Dulu waktu Luna masih TK, Bu guru Luna pernah meminta murid-muridnya satu persatu menceritakan tentang cita-cita nanti kalau sudah besar.
            “ Sekarang giliran Luna. Apa cita-citamu, Nak ?” tanya bu guru.
            “ Aku ingin menjadi penjual nasi goreng Bu guru !”  jawab Luna dengan mantap.
            Ha.. ha.. ha.. Seketika teman-teman satu kelas menertawakan jawaban Luna.  Luna malu sekali. Luna tak menyangka akan ditertawakan teman-temannya. Sebenarnya  alasan Luna ingin jadi penjual nasi goreng karena tak jauh dari rumah Luna  ada warung  nasi goreng. Nasi gorengnya enak sekali dan banyak pembelinya. Maka dalam pikiran Luna pasti penjual nasi goreng  banyak uangnya dan tiap hari bisa makan nasi goreng. Nasi goreng memang makanan favorit Luna.  Sejak kejadian di TK dulu, Luna tidak suka jika ditanya tentang apa cita-citanya. Takut ditertawakan lagi. Luna masih berpikir-pikir tentang cita-cita namun belum ketemu juga. Kemudian Luna keluar kamar menemui bundanya yang sedang memasak di dapur.
 “ Bunda, cita-citaku apa ya ?”
“ Apa, Lun. Kamu tanya cita-citamu ke Bunda?” kata Bunda heran.
“ Iya. Kan ayah dan bunda yang menyekolahkan aku berarti aku ikut saja maunya keinginan bunda besok aku mau kerja di mana.”
“ Bukan begitu, Luna. Cita-citamu kamu sendiri yang menentukan. Ayah dan Bunda akan menyekolahkan Luna sesuai cita-citamu. Bunda tidak boleh memaksa.” ujar Bunda dengan bijak.
“ Tidak. Bunda saja yang menentukan cita-citaku. Aku bingung.” Luna mulai memaksa.
“ Luna, Bunda beri contoh ya. Umpama Luna  ingin jadi dokter maka Bunda memasukkan Luna ke sekolah kedokteran. Atau Luna lihat sendiri kakakmu, mas Indra. Mas Indra ingin sekali kerja di pengadilan maka sekarang mas Indra belajar di sekolah hukum. Luna mengerti ?” jelas Bunda.
Luna mengangguk.
“ Ya sudah kalau begitu Luna pengen jadi dokter saja,” gumam Luna.
“ Mengapa Luna pengen jadi dokter ?” tanya Bunda ingin tahu alasan Luna.
“ Iya. Pekerjaan dokter kan menyembuhkan orang sakit. Berarti dokter itu pekerjaan mulia karena dapat menolong orang lain. Betul kan, Bunda.”
“ Iya Luna betul. Tapi.. beneran nih Luna pengen jadi dokter ?” goda Bunda. Bunda tahu Luna sangat takut darah dan disuntik.
“ Kenapa Bunda tanya begitu?”
            “ Ingat tidak kejadian kemarin.  Waktu temanmu Asti jatuh dari sepeda. Luna tidak langsung menolong Asti kan. Luna malah lari menjerit.”
“ Ah, Bunda. Bikin Luna malu saja.” Wajah Luna memerah. “Darah yang keluar dari kaki Asti banyak banget. Luna takut.”  Kemudian Luna memikir ulang keinginannya menjadi dokter. Masak dokter takut sama darah. Lalu apa cita-citaku, batin Luna. Luna bingung lagi.
Bunda merasa kasihan Luna tampak murung memikirkan cita-citanya. “ Ya sudah. Luna pikir lagi cita-citamu. Bunda memberi kebebasan Luna mempunyai cita-cita asal cita-cita itu baik. Cita-cita yang baik dapat  kira raih asalkan kita tetap belajar yang  rajin dan jangan lupa berdoa. “ Begitu nasehat Bunda.
“ Luna, Bunda belum selesai memasaknya. Kamu belajar lagi di kamar,  ya.” lanjut  bunda.
“ Iya, Bun.” Luna kemudian keluar dari dapur menuju kamarnya. Luna berpikir dan berpikir lagi cita-cita apa yang cocok untuknya. Satu menit. Dua menit. Aha ! Ketemu ! Aku ingin jadi guru saja seperti Bu Santi, batin Luna. Bu Santi adalah guru dan wali kelas di sekolah Luna. Luna senang melihat bu Santi mengajar. Bu Santi sabar dan perhatian kepada murid-muridnya. Dulu bu Santi pernah bilang dengan mengajar kita akan memberikan ilmu kita kepada orang lain yang belum mengerti. Bukankah membuat orang lain pintar juga membuat kita ingin terus belajar. Luna senang sekali, dia sudah menemukan cita-citanya.
“Bagaimana Luna sudah tahu cita-citamu ?” Tiba-tiba bunda masuk kamar Luna.
“ Sudah dong !” jawab Luna dengan bangga.
“ Bunda penasaran. Apa sih cita-cita Luna ?”
“ Rahasia.. ” kata Luna dengan lucu.
“ Luna... Luna... Sama Bunda kok main rahasia.” kata Bunda sambil mencubit gemas kedua  pipi Luna.
    
SELESAI