Jumat, 15 November 2013

Alhamdullillah, Cernakku (mungkin) Dimuat di Solopos Minggu


Minggu
Siang itu tanggal 31 Oktober 2013, ada sebuah kertas tergeletak manis di depan pintu masuk rumah. Aihh.. kertas apa gerangan itu? Kok kecil kayak kertas kuitansi. Aku baca dengan seksama. Ah.. sebuah wesel. Disitu tertulis juga namaku. Hore.. aku dapat wesel. Tapi siapa yang kirim wesel ya ??? Hari gini masih kirim wesel, transfer uang lewat bank kek. He.. he.. kubaca siapa pengirim wesel ini. Dan ternyata dari harian Solopos. Kuingat-ingat lagi.. ya.. sekitar bulan April lalu aku kirim cerita anak (cernak) ke Solopos. Berarti cernakku dimuat dong. Alhamdulllilah.... Ini adalah pertama kali tulisanku dimuat di media cetak. Setelah lama tidak kirim cerita. Terakhir kirim cerita di majalah Gadis pas waktu SMA.
Karena sudah mendapat honor, maka aku penasaran di koran Solopos tanggal berapa ya tulsanku dimuat. Kemudian aku hunting ke perpus kota cari-cari koran Solopos Minggu edisi lalu. Ya koran Solopos memang ada tapi tak menemukan cernakku. Kebetulan Solopos yang ada hanya edisi dalam satu minggu terakhir. Mungkin cernakku sudah lama dimuat jadi Solopos edisi lama yang di perpus mungkin sudah tersimpan di gudang. Aku tak nyerah, aku coba hunting lagi lewat internet, siapa tahu bisa baca e-paper Solopos yang edisi lampau tapi... ternyata sulit. Jika ingin baca e-paper harus langganan dulu. Hasilnya nihil. Ya sudah.. Dan sampai detik ini aku tak tahu edisi Solop0s tanggal berapa cernakku dimuat, yang penting aku yakin cernakku dimuat. Kan sudah dapat honor...
Ini adalah cernakku yang kukirim Ke Solopos Minggu

CITA-CITA LUNA
Oleh : N. Tri Lestari

            Sore itu, Luna masih terdiam di meja belajarnya. Luna mendapat tugas sekolah mengarang pendek dengan tema cita-cita. Namun Luna belum mengarang juga karena Luna belum tahu apa cita-citanya. Dulu waktu Luna masih TK, Bu guru Luna pernah meminta murid-muridnya satu persatu menceritakan tentang cita-cita nanti kalau sudah besar.
            “ Sekarang giliran Luna. Apa cita-citamu, Nak ?” tanya bu guru.
            “ Aku ingin menjadi penjual nasi goreng Bu guru !”  jawab Luna dengan mantap.
            Ha.. ha.. ha.. Seketika teman-teman satu kelas menertawakan jawaban Luna.  Luna malu sekali. Luna tak menyangka akan ditertawakan teman-temannya. Sebenarnya  alasan Luna ingin jadi penjual nasi goreng karena tak jauh dari rumah Luna  ada warung  nasi goreng. Nasi gorengnya enak sekali dan banyak pembelinya. Maka dalam pikiran Luna pasti penjual nasi goreng  banyak uangnya dan tiap hari bisa makan nasi goreng. Nasi goreng memang makanan favorit Luna.  Sejak kejadian di TK dulu, Luna tidak suka jika ditanya tentang apa cita-citanya. Takut ditertawakan lagi. Luna masih berpikir-pikir tentang cita-cita namun belum ketemu juga. Kemudian Luna keluar kamar menemui bundanya yang sedang memasak di dapur.
 “ Bunda, cita-citaku apa ya ?”
“ Apa, Lun. Kamu tanya cita-citamu ke Bunda?” kata Bunda heran.
“ Iya. Kan ayah dan bunda yang menyekolahkan aku berarti aku ikut saja maunya keinginan bunda besok aku mau kerja di mana.”
“ Bukan begitu, Luna. Cita-citamu kamu sendiri yang menentukan. Ayah dan Bunda akan menyekolahkan Luna sesuai cita-citamu. Bunda tidak boleh memaksa.” ujar Bunda dengan bijak.
“ Tidak. Bunda saja yang menentukan cita-citaku. Aku bingung.” Luna mulai memaksa.
“ Luna, Bunda beri contoh ya. Umpama Luna  ingin jadi dokter maka Bunda memasukkan Luna ke sekolah kedokteran. Atau Luna lihat sendiri kakakmu, mas Indra. Mas Indra ingin sekali kerja di pengadilan maka sekarang mas Indra belajar di sekolah hukum. Luna mengerti ?” jelas Bunda.
Luna mengangguk.
“ Ya sudah kalau begitu Luna pengen jadi dokter saja,” gumam Luna.
“ Mengapa Luna pengen jadi dokter ?” tanya Bunda ingin tahu alasan Luna.
“ Iya. Pekerjaan dokter kan menyembuhkan orang sakit. Berarti dokter itu pekerjaan mulia karena dapat menolong orang lain. Betul kan, Bunda.”
“ Iya Luna betul. Tapi.. beneran nih Luna pengen jadi dokter ?” goda Bunda. Bunda tahu Luna sangat takut darah dan disuntik.
“ Kenapa Bunda tanya begitu?”
            “ Ingat tidak kejadian kemarin.  Waktu temanmu Asti jatuh dari sepeda. Luna tidak langsung menolong Asti kan. Luna malah lari menjerit.”
“ Ah, Bunda. Bikin Luna malu saja.” Wajah Luna memerah. “Darah yang keluar dari kaki Asti banyak banget. Luna takut.”  Kemudian Luna memikir ulang keinginannya menjadi dokter. Masak dokter takut sama darah. Lalu apa cita-citaku, batin Luna. Luna bingung lagi.
Bunda merasa kasihan Luna tampak murung memikirkan cita-citanya. “ Ya sudah. Luna pikir lagi cita-citamu. Bunda memberi kebebasan Luna mempunyai cita-cita asal cita-cita itu baik. Cita-cita yang baik dapat  kira raih asalkan kita tetap belajar yang  rajin dan jangan lupa berdoa. “ Begitu nasehat Bunda.
“ Luna, Bunda belum selesai memasaknya. Kamu belajar lagi di kamar,  ya.” lanjut  bunda.
“ Iya, Bun.” Luna kemudian keluar dari dapur menuju kamarnya. Luna berpikir dan berpikir lagi cita-cita apa yang cocok untuknya. Satu menit. Dua menit. Aha ! Ketemu ! Aku ingin jadi guru saja seperti Bu Santi, batin Luna. Bu Santi adalah guru dan wali kelas di sekolah Luna. Luna senang melihat bu Santi mengajar. Bu Santi sabar dan perhatian kepada murid-muridnya. Dulu bu Santi pernah bilang dengan mengajar kita akan memberikan ilmu kita kepada orang lain yang belum mengerti. Bukankah membuat orang lain pintar juga membuat kita ingin terus belajar. Luna senang sekali, dia sudah menemukan cita-citanya.
“Bagaimana Luna sudah tahu cita-citamu ?” Tiba-tiba bunda masuk kamar Luna.
“ Sudah dong !” jawab Luna dengan bangga.
“ Bunda penasaran. Apa sih cita-cita Luna ?”
“ Rahasia.. ” kata Luna dengan lucu.
“ Luna... Luna... Sama Bunda kok main rahasia.” kata Bunda sambil mencubit gemas kedua  pipi Luna.
    
SELESAI








1 komentar:

  1. cernak putri ibu sudah saya temukan
    dimuat 13 OKT 2013
    ibu bisa datang ke solopos senin sd jumat jam 8-16, sabtu jam 8-13
    harap bawa flashdisk, biaya hanya Rp 4.000 saja
    cp saya 081578830445
    cari saja bapak Priyono.

    terima kasih atas blognya untuk peningkatan layanan SOLOPOS. Mohon maaf sebelumnya bila dahulu tidak dapat ditemukan.

    BalasHapus