Minggu |
Siang itu tanggal 31 Oktober 2013,
ada sebuah kertas tergeletak manis di depan pintu masuk rumah. Aihh.. kertas
apa gerangan itu? Kok kecil kayak kertas kuitansi. Aku baca dengan seksama. Ah..
sebuah wesel. Disitu tertulis juga namaku. Hore.. aku dapat wesel. Tapi siapa
yang kirim wesel ya ??? Hari gini masih kirim wesel, transfer uang lewat bank kek.
He.. he.. kubaca siapa pengirim wesel ini. Dan ternyata dari harian Solopos.
Kuingat-ingat lagi.. ya.. sekitar bulan April lalu aku kirim cerita anak (cernak)
ke Solopos. Berarti cernakku dimuat dong. Alhamdulllilah.... Ini adalah pertama
kali tulisanku dimuat di media cetak. Setelah lama tidak kirim cerita. Terakhir kirim cerita di majalah Gadis pas waktu SMA.
Karena
sudah mendapat honor, maka aku penasaran di koran Solopos tanggal berapa ya
tulsanku dimuat. Kemudian aku hunting ke perpus kota cari-cari koran Solopos Minggu
edisi lalu. Ya koran Solopos memang ada tapi tak menemukan cernakku. Kebetulan
Solopos yang ada hanya edisi dalam satu minggu terakhir. Mungkin cernakku sudah
lama dimuat jadi Solopos edisi lama yang di perpus mungkin sudah tersimpan di
gudang. Aku tak nyerah, aku coba hunting lagi lewat internet, siapa tahu bisa
baca e-paper Solopos yang edisi lampau tapi... ternyata sulit. Jika ingin baca
e-paper harus langganan dulu. Hasilnya nihil. Ya sudah.. Dan sampai detik ini
aku tak tahu edisi Solop0s tanggal berapa cernakku dimuat, yang penting aku
yakin cernakku dimuat. Kan sudah dapat honor...
Ini adalah cernakku yang kukirim Ke
Solopos Minggu
CITA-CITA
LUNA
Oleh : N. Tri Lestari
Sore itu, Luna masih terdiam di meja
belajarnya. Luna mendapat tugas sekolah mengarang pendek dengan tema cita-cita.
Namun Luna belum mengarang juga karena Luna belum tahu apa cita-citanya. Dulu
waktu Luna masih TK, Bu guru Luna pernah meminta murid-muridnya satu persatu menceritakan
tentang cita-cita nanti kalau sudah besar.
“ Sekarang giliran Luna. Apa
cita-citamu, Nak ?” tanya bu guru.
“ Aku ingin menjadi penjual nasi
goreng Bu guru !” jawab Luna dengan
mantap.
Ha.. ha.. ha.. Seketika teman-teman
satu kelas menertawakan jawaban Luna.
Luna malu sekali. Luna tak menyangka akan ditertawakan teman-temannya.
Sebenarnya alasan Luna ingin jadi
penjual nasi goreng karena tak jauh dari rumah Luna ada warung nasi goreng. Nasi gorengnya enak sekali dan
banyak pembelinya. Maka dalam pikiran Luna pasti penjual nasi goreng banyak uangnya dan tiap hari bisa makan nasi
goreng. Nasi goreng memang makanan favorit Luna. Sejak kejadian di TK dulu, Luna tidak suka
jika ditanya tentang apa cita-citanya. Takut ditertawakan lagi. Luna masih
berpikir-pikir tentang cita-cita namun belum ketemu juga. Kemudian Luna keluar
kamar menemui bundanya yang sedang memasak di dapur.
“
Bunda, cita-citaku apa ya ?”
“ Apa, Lun. Kamu tanya cita-citamu ke Bunda?”
kata Bunda heran.
“ Iya. Kan ayah dan bunda yang menyekolahkan
aku berarti aku ikut saja maunya keinginan bunda besok aku mau kerja di mana.”
“ Bukan begitu, Luna. Cita-citamu kamu
sendiri yang menentukan. Ayah dan Bunda akan menyekolahkan Luna sesuai
cita-citamu. Bunda tidak boleh memaksa.” ujar Bunda dengan bijak.
“ Tidak. Bunda saja yang menentukan
cita-citaku. Aku bingung.” Luna mulai memaksa.
“ Luna, Bunda beri contoh ya. Umpama Luna ingin jadi dokter maka Bunda memasukkan Luna
ke sekolah kedokteran. Atau Luna lihat sendiri kakakmu, mas Indra. Mas Indra
ingin sekali kerja di pengadilan maka sekarang mas Indra belajar di sekolah
hukum. Luna mengerti ?” jelas Bunda.
Luna mengangguk.
“ Ya sudah kalau begitu Luna pengen jadi
dokter saja,” gumam Luna.
“ Mengapa Luna pengen jadi dokter ?” tanya
Bunda ingin tahu alasan Luna.
“ Iya. Pekerjaan dokter kan menyembuhkan
orang sakit. Berarti dokter itu pekerjaan mulia karena dapat menolong orang
lain. Betul kan, Bunda.”
“ Iya Luna betul. Tapi.. beneran nih Luna
pengen jadi dokter ?” goda Bunda. Bunda tahu Luna sangat takut darah dan
disuntik.
“ Kenapa Bunda tanya begitu?”
“
Ingat tidak kejadian kemarin. Waktu
temanmu Asti jatuh dari sepeda. Luna tidak langsung menolong Asti kan. Luna
malah lari menjerit.”
“ Ah, Bunda. Bikin Luna malu saja.” Wajah
Luna memerah. “Darah yang keluar dari kaki Asti banyak banget. Luna
takut.” Kemudian Luna memikir ulang
keinginannya menjadi dokter. Masak dokter takut sama darah. Lalu apa
cita-citaku, batin Luna. Luna bingung lagi.
Bunda merasa kasihan Luna tampak murung
memikirkan cita-citanya. “ Ya sudah. Luna pikir lagi cita-citamu. Bunda memberi
kebebasan Luna mempunyai cita-cita asal cita-cita itu baik. Cita-cita yang baik
dapat kira raih asalkan kita tetap belajar
yang rajin dan jangan lupa berdoa. “ Begitu
nasehat Bunda.
“ Luna, Bunda belum selesai memasaknya. Kamu
belajar lagi di kamar, ya.” lanjut bunda.
“ Iya, Bun.” Luna kemudian keluar dari dapur
menuju kamarnya. Luna berpikir dan berpikir lagi cita-cita apa yang cocok
untuknya. Satu menit. Dua menit. Aha ! Ketemu ! Aku ingin jadi guru saja
seperti Bu Santi, batin Luna. Bu Santi adalah guru dan wali kelas di sekolah
Luna. Luna senang melihat bu Santi mengajar. Bu Santi sabar dan perhatian
kepada murid-muridnya. Dulu bu Santi pernah bilang dengan mengajar kita akan
memberikan ilmu kita kepada orang lain yang belum mengerti. Bukankah membuat
orang lain pintar juga membuat kita ingin terus belajar. Luna senang sekali,
dia sudah menemukan cita-citanya.
“Bagaimana Luna sudah tahu cita-citamu ?”
Tiba-tiba bunda masuk kamar Luna.
“ Sudah dong !” jawab Luna dengan bangga.
“ Bunda penasaran. Apa sih cita-cita Luna ?”
“ Rahasia.. ” kata Luna dengan lucu.
“ Luna... Luna... Sama Bunda kok main
rahasia.” kata Bunda sambil mencubit gemas kedua pipi Luna.
SELESAI
cernak putri ibu sudah saya temukan
BalasHapusdimuat 13 OKT 2013
ibu bisa datang ke solopos senin sd jumat jam 8-16, sabtu jam 8-13
harap bawa flashdisk, biaya hanya Rp 4.000 saja
cp saya 081578830445
cari saja bapak Priyono.
terima kasih atas blognya untuk peningkatan layanan SOLOPOS. Mohon maaf sebelumnya bila dahulu tidak dapat ditemukan.